Setelah
beberapa saat melihat layar kaca penuh titik buram, fokus penglihatan gue
beralih pada benda sejenis mading di sampig TV. Kotak yang terbuat dari styrofoam, ada beberapa foto di sana,
tertempel dengan pushpin. Ada foto paling besar yang terpampang diantara
foto-foto itu, Leon.
Ya,
inilah gue. Sandy, si pemuja rahasia. Untuk mengirim surat cinta ke cowok yang
gue puja aja rasanya berat sekali, apalagi ngomong langsung, lutut gue bisa
keriting gemeteran.
Menjadi
seorang secret admirer nggak pernah
mudah. Gue jadi punya kegiatan rutin setiap harinya. Tiap bangun tidur, gue
selalu ngecek twitternya dia. Apakah dia sudah bangun atau belum? Dan kalau
misalnya dia belum bangun pun gue juga cuma bisa bergumam dalam hati, Hey kamu bangun dong, nanti telat loh..
Seorang
pemuja rahasia adalah seorang stalker yang handal dan hanya bisa disaingi sama
cewek yang lagi cemburu sama mantannya pacarnya. Meski kadang dapet fakta yang
pahit dan bikin galau, secret admirer
nggak pernah kapok.
**
Matahari
semakin terik. Keringat udah ngucur keluar dari jidat sampai leher. Tiba-tiba
‘buk!’ ada orang pingsan. Mendadak barisan upacara dibagian depan gue jadi
geger. Gue sebagai petugas baru di PMR sekolah gue pun ikut nolongin cowok yan
pingsan itu. Lalu di ruang UKS, gue segera menanganinya. Waktu anak-anak PMR
lagi ngegotong si cowok, tiba-tiba sebuah benda jatuh dari kantong si cowok.
Langsung saja gue ambil. Sebuah kartu yang bertuliskan Dendy Yuniar. Oh namanya Leon, gumam gue dalam hati.
Beberapa
saat kemudian Leon sadar. Pas tau Leon udah sadar, gue segera meninggalkan
ruang UKS. Baru beberapa langkah menuju pintu keluar, tiba-tiba terdengar
suara.
“Sandy!”
Suara cowok manggil.
Gue
tengok kanan kiri, celingukan mencari tahu siapa orang yang manggil gue.
“Di sini
woy! Di belakang lo” Suara itu terdengar lagi.
Ternyata
Leon yang manggil gue. Sontak jantung gue langsung berdegup kencang.
“Kok lo
tau nama gue?” tanya gue heran.
“Itu
tuh..” jawab Leon sambil nunjuk nama yang ada di rompi yang gue pake.
“Oh iya,
koplak banget yah, kan ada namanya di sini. Hehe. Anyway, ini kartu pelajar lo
tadi jatuh” ucap gue.
“Makasih ya” ucap
Leon kemudian senyum.
“Sama-sama Yon. Umm…gue balik ke
lapangan dulu ya. Mungkin udah mau masuk kelas..”
Sesampainya gue di lapangan
ternyata udah sepi. Gue pun segera berlari ke kelas karena takut kalau
pelajaran sudah dimulai.
Saat gue sampai di kelas, gue
segera duduk di bangku gue. Seperti biasa, gue duduk di sebelah Lia. Seorang
kutu buku yang agak gaul. Kelebihan doi selain pintar, doi juga pandai memikat
hati lelaki. Sekarang aja doi udah punya pacar. Baru beberapa bulankenal saja, doi selalu memberi gue masukan supaya
cowok-cowok mau deket sama gue. Tapi gue selalu acuh terhadap omongannya.
Beberapa saat kemudian Pak Bernad
masuk ke kelas gue. Gue yang biasanya aktif dalam pelajaran bahasa inggris
tiba-tiba saja tidak bisa mencerna apa yang diajarkan Pak Bernad. Mendadak gue
jadi inget Leon. Duh, kenapa gue jadi
mikirin dia, gumam gue dalam hati.
**
Yak, hari Selasa pagi. Hari ini kelas X di
sekolah gue bakalan diacak, termasuk kelas gue. Yang ada dipikiran gue sih cuma
satu, semoga gue bisa sekelas lagi sama Lia. Ya walaupun Lia itu orangnya
kadang kalau lagi serius belajar terus digangguin sedikit saja bisa berubah
menjadi katak berekor 9,tapi bagaimanapun
Lia adalah tentor gue dalam belajar. Jadi, orang tua gue nggak perlu
mengeluarkan biaya untuk membayar guru les privat, hanya perlu sekaleng coca
cola dan sebungkus better saja pasti Lia mau ngajarin gue belajar. Hahaha.
Sesampainya di sekolah, gue
segera menuju papan pengumuman untuk mengetahui gue berada di kelas sepuluh
apa. Karena teman-teman yang di depan gue menutupi kertas pengumumannya, sontak
tangan gue menelusup mencoba meraba kertas yang gue dapat. ‘Kres’ dapat! Kertas
itu gue sobek dari papan pengumuman. Lalu gue berlari tak tentu arah karena di
belakang gue ada teman-teman yang mengejar. Sambil berlari gue lihat nama gue
dan nama Lia. Yeah! Gue sekelas sama Lia. Gue pun langsung sujud syukur
ditempat. Lalu teman-teman yang tadi mengejar gue langsung ngeroyokin gue.
Alhamdulillah teman-teman gue tidak anarkis jadi mereka hanya mengambil kertas
pengumuman lalu pergi meninggalkan gue sambil bersorak ‘huuu!!’. Gue nggak
peduli dengan kejadian ini. Yang ada dipikiran gue cuma seneng. Seneng bisa
sekelas sama Lia.
Kelas X8! Yeah! Kelas baru gue!
Baru saja gue sampai di depan pintu kelas X8 tiba-tiba ‘deg!’. Sosok yang nggak asing. Jantung gue mendadak memainkan drum dengan cepat seperti The Rev saat
mengiringi lagu Nightmare. Leon Yuniar! Yap! Cowok itu. Cowok yang kemarin
pingsan. Cowok yang membuat gue deg-degan. Dan sekarang cowok itu sekelas sama
gue.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar